Jakarta, 27/10/2017 – Badan
Ekonomi Kreatif (Bekraf) meningkatkan akses pendanaan investor pada sub sektor
film dengan menggelar Film Investment
Forum di Holiday Inn Kemayoran
hari ini (27/10). Acara ini dihadiri lebih dari 50 orang dari kalangan investor
maupum film maker.
Bekraf menghadirkan Wakil
Kepala Bekraf, Ricky Joseph Pesik; Deputi Akses Permodalan Bekraf, Fadjar
Hutomo; Perwakilan Aurora Media &
Emerald Media, Gin Kai Chan; Hooq
& Laughing Elephant Founder, Krishnan Rajagopalan; Perwakilan Legacy Pictures, Robert Ronny; dan Perwakilan
Ideosource, Andi S. Boediman.
Moderator acara ini yaitu Perwakilan Badan Perfilman Indonesia (BPI), Alex
Sihar.
Deputi Akses Permodalan
Bekraf menginformasikan salah satu program Deputi Akses Permodalan Bekraf yang
mendukung perfilman Indonesia, yaitu Akatara, forum mempertemukan investor
dengan film maker dari 40 project film yang terpilih oleh kurator
dengan harapan investasi dari investor untuk Indonesia project film.
Gin Kai Chan mengungkapkan
Asia Tenggara adalah ladang menjanjikan untuk berinvestasi di sub sektor film
dengan perkembangan ekonomi yang pesat. “Kita harus berjalan bersama dengan
setiap orang tanpa pamrih dengan kedaerahan kita. Pemerintah sendiri bisa
melakukan sesuatu, yaitu menarik perhatian masyarakat,” ucapnya.
Krishnan Rajagopalan, menjelaskan
bahwa ada peluang Over The Top (OTT),
layanan konten dengan jaringan internet, untuk orang Indonesia yang mobile dan sering mengakses media
melalui smartphone. “Mereka mulai
menonton di layar baru. Kita berada di market OTT Asia yang berkelanjutan.
Tantangannya adalah bagaimana membuat mereka tetap tertarik dan menonton setiap
bulan. Hasilkan content bagus dan
menjadi bagian keuntungan dari OTT Global,” ungkap Krishnan.
Perwakilan Legacy Pictures, Robert Ronny,
menginformasikan tantangan dan peluang industri perfilman Indonesia. Ia
menjelaskan bahwa perfilman Indonesia membaik dengan dukungan perusahaan besar,
khususnya dukungan pendanaan untuk promosi. Tantangan perfilman Indonesia
antara lain genre film yang beragam,
perbedaan budaya, dan marketing yang belum jelas. “Kita butuh lebih banyak genre (film), seperti science fiction, adventure, dan lain
sebagainya,” kata Robert. Salah satu peluang perfilman Indonesia menurut Robert
yaitu penonton yang lebih memilih cerita lokal. “Kita punya banyak cerita
potensial untuk cerita modern,” tambah Robert.
Andi S. Boediman menjadi
narasumber terakhir menjelaskan investasi pada film. Pada international market,
Indonesia menduduki peringkat 15. Andi menginformasikan investor masih tertarik
pada tiga genre paling popular selama
10 tahun ini, yaitu komedi, drama, dan horror.
Alokasi investasi menurut
Andi, terbagi menjadi tiga yaitu 20% berinvestasi pada film maker, 30% berinvestasi pada perusahaan produksi, dan 50%
berinvestasi pada ekosistem film. “Kalian tidak tahu (film) yang mana yang jackpot. Investasilah lebih dari satu
film,” pungkas Andi.
Alex Sihar merangkum acara
ini sebagai forum yang mempertemukan para investor dan film makers dan narasumber yang hadir menjelaskan empat perspektif
yaitu informasi seputar investasi pada sub sektor film, perkembangan film di
Indonesia, OTT, serta tawaran Ideosource pada portofolio investasi untuk
mengurangi resiko. (mm)