Jakarta, 18/9/2017 – Badan Ekonomi Keatif (Bekraf) menyelenggarakan
Akatara
Indonesian Film Financing Forum 2017
untuk menemukan skema yang cocok bagi investasi perfilman nasional. Forum ini
akan diselenggarakan pada 15 dan 16 Oktober tahun ini. Selama dua hari ini, 40 project film yang telah lulus seleksi
dipertemukan dengan investor. 12 project
film diantaranya berkesempatan dipresentasikan di hadapan investor.
Bekraf juga menghadirkan narasumber yang
kompeten di bidang perfilman dan investasi untuk berbagi informasi tentang
skema investasi yang bisa diterapkan dengan baik di Indonesia, hal-hal yang
menarik minat investor untuk berinvestasi, dan memanfaatkan film untuk branding maupun pariwisata.
Alex Sihar dari HFNmenjelaskan bahwa
iklim investasi perfilman Indonesia masih sulit digambarkan karena belum
terstruktur. Akses permodalan adalah hal yang diperlukan. “Muncullah ide
membuat sebuah forum yang bertujuan mencari kerangka kedepan, mencoba skema
investasi yang cocok film Indonesia seperti apa,” ucap Alex.
Alex menambahkan bahwa belum diketahui
skema yang cocok untuk investasi perfilman di Indonesia. Maka, investor juga
perlu di edukasi karena investasi di film tidak sama dengan subsektor lain
dengan resiko yang berbeda. “Banyak sekali investor yang sudah melakukan
investasi kepada film, tapi belum menemukan yang cocok atau bahkan gagal atau
ada yang mau masuk tapi tidak tahu caranya,” ungkap Alex.
Hal senada diungkapkan oleh Deputi Akses
Permodalan, Fadjar Hutomo. Berdasarkan pengalaman pribadinya dengan investor
daerah, Fadjar mengatakan, “Kami (investor) kalo disuruh invest di hal-hal berwujud, kami paham, kami ngerti. Tapi kalau invest di startup ini bagaimana, risk
and returnnya bagaimana.”
Hal pertama yang dilaksanakan Deputi
Akses Permodalan adalah pitching film
pertama yang dimiliki Indonesia se-Asia Tenggara, yaitu Docs by the Sea. Dari acara tersebut, terbentuk mozaik yang
terlihat bahwa pendekatan yang langgeng untuk film adalah bisnis. Banyak film
Indonesia yang jumlah penontonnya di atas satu juta sehingga membuat investor
tertarik investasi pada perfilman nasional.
Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan,
Abdur Rohim Boy Berawi mengungkapkan
salah satu tugas Bekraf yaitu mengembangkan dan memperbaiki ekosistem industri
kreatif di Indonesia. Menurutnya, permasalahan yang timbul pada industri
kreatif perlu diselesaikan secara komprehensif.
“(Bekraf) mencoba menyelesaikan
permasalahan ekosistem secara komprehensif. Bekraf bersinergi dengan BPI,
asosiasi film di Indonesia mengirim 10 sutradara terseleksi di 10 daerah
pilihan wisata. Sutradara dan timnya kita kirim ke daerah-daerah wisata
tersebut untuk melakukan riset, menggali potensi dan budaya kota setempat sebagai
referensi film mereka,” ucap Boy.
Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) dan Regulasi, Ari Juliano Gema, menambahkan informasi
investasi asing untuk perfilman. Ari mengungkapkan investasi berbentuk private to private dalam membiayai
perfilman bisa terjadi dengan meyakinkan modal bisa kembali ke investor.
Agung Sentausa dari BPI melengkapi
penjelasan Akatara yang perlahan-lahan membuat investor lebih mengerti dan
memahami investasi di perfilman. “Akatara berbentuk networking, matchmaking, mempertemukan, pitching day untuk investor dan
pembuat film,” pungkas Agung.
Para pembuat film
bisa mendaftarkan project film mereka
untuk bergabung pada forum ini dengan mendaftar secara online pada indonesianfilmfinancing.id
yang pendaftarannya ditutup pada 21 Oktober 2017. Kriteria film yang lolos
seleksi antara lain sinopsis dan ide cerita, timeline produksi, budget,
business projection, dan portofolio. (mm)