Jakarta, 21/12/2017- Boundless Love, salah satu layar lebar drama percintaan
berdurasi 90 menit. Mengisahkan tentang pasangan pemuda-pemudi yang dimabuk
cinta dengan latar belakang perbedaan budaya Indonesia dan Tiongkok. Film ini
akan melibatkan 90% pemain dari Indonesia yang berasal dari beragam suku dan
etnik.
Film yang dibintangi oleh Putri Ayudya (Indonesia), Ray
Sahetapy (Indonesia) dan Shenhao (Tiongkok) ini merupakan wujud kerjasama Badan
Ekonomi Kreatif (Bekraf) dengan Red and White China dan PT. Kamala Media Cipta
yang berhasil mendapatkan investasi berbentuk pendanaan yang bersifat
co-production dari Ganshu Biaonshi Culture Communication Group.
Deputi IV Bidang Pemasaran Bekraf Joshua Puji Mulia
Simanjuntak menyebutkan pembuatan film ini memiliki fokus untuk memperkuat
hubungan Indonesia dan Tiongkok, “Bulan Mei lalu kita melakukan trade mission
ke Shanghai dan bertemu dengan pelaku industri film Tiongkok,” ujar Joshua. Ia
menambahkan upaya ini tidak hanya dengan Tiongkok, ini model pertama pemerintah
melakukan co-production, “tentunya harapan kami tidak berhenti di Boundless
Love,” harap Joshua.
Sementara itu menurut Sutradara Film Boundless Love
Wang Yiming, film ini terinspirasi dari kisah nyata. Dikisahkan pekerja dari
Tiongkok jatuh cinta dengan wanita Indonesia, “untuk membuat film ini kami
melakukan banyak hal seperti ke Indonesia berkali-kali dan naskah diganti
puluhan kali sehingga terlihat lebih nyata,” ujarnya.
Syuting pembuatan film ini akan dimulai sejak 22 Desember 2017 hingga 7
Januari 2018. Pembuatan film ini akan melibatkan kru sebanyak 25 orang dari Indonesia
dan 25 orang dari Tiongkok. Nantinya film ini akan melibatkan 3 lokasi yakni
Jakarta, Bandung dan Palembang dengan perkiraan akan menghabiskan sebesar 20
Milyar rupiah.
Karena mengambil lokasi syuting di Palembang, Boundless Love akan mempromosikan kota
Palembang sebagai kota penyelenggara Asian Games 2018 dan akan syuting di
beberapa venue Asian Games 2018. Film ini akan menyusul pembuatan film Tsunami
yang rencananya akan menggunakan mekanisme cost
sharing, yaitu 80% dari pelaku film Tiongkok dan 20% dari pelaku film
Indonesia. (Kris)