Bekraf, Jakarta – Semakin siang acara Akatara 2019 semakin ramai dan menarik untuk diikuti. Pada sabtu (21/9/19) siang, acara Akatara Talk menghadirkan SCARA untuk membuat Forum Diskusi bertema ‘Kenapa (Film) Keluarga Selalu Penting?’ yang digelar di Ballroom 2 Hotel Sultan, Jakarta.
Diskusi ini dibuka dengan pemaparan data tentang pendidikan di Indonesia, yang kurang membantu anak untuk berkembang. Bahkan Najeela Shihab, Inisiator Semua Murid Semua Guru, berani mengatakan bahwa Indonesia itu gawat darurat pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari tingkat perundungan (bullying) di dunia yang lebih tinggi dari Indonesia memiliki tren yang menurun setiap tahunnya, namun justru Indonesia mengalami peningkatan.
“Orang-orang yang berada di dunia kreatif, terutama dunia film, memiliki kemampuan yang luar biasa untuk memberikan pendidikan, dan hal itu termasuk bentuk pelibatan publik yang sangat efektif dalam dunia pendidikan di tanah air, yang sebenarnya bukan hanya tugas pemerintah namun tanggung jawab kita semua,” ujar Najeela.
Triawan Munaf, Kepala Badan Ekonomi Kreatif, menjelaskan bahwa di era saat ini dengan perkembangan teknologi dan sosial media, pemerintah sulit mengendalikan tayangan-tayangan yang ada. Termasuk tayangan dari saluran luar negeri. Karena itu perlu adanya upaya untuk menghidupkan kembali lagu dan film anak nasional.
“Sebenarnya para filmmakers tidak perlu khawatir dalam membuat film-film keluarga, buktinya tidak sedikit film-film keluarga yang berhasil di tanah air. Selain itu, untuk membuat sebuah film anak, jangan angkat anak-anak ini menjadi bintang, karena tantangan nya terlalu berat,” pesan Triawan Munaf, kepada para Filmmakers tanah air.
Selain itu, menurut Gina S. Noer, Penulis Skenario dan Sutradara Dua Garis Biru, saat teaser Dua Garis Biru dirilis, banyak anak-anak yang menyuarakan bahwa mereka merasakan kurangnya perhatian dari orang tua mereka, sehingga muncul berbagai masalah yang dialami anak, tidak diketahui oleh para orang tua.
“Film keluarga yang baik adalah film yang bukan hanua menghibur anak-anak, tapi juga berpihak kepada anak,” tambahnya.
Shanty Hamayn, Produser, menceritakan pengalamannya dalam memproduksi film keluarga 10 tahun silam, bahwa film keluarga itu masih dianggap terlalu berisiko untuk mendapatkan investor.
“Sebenarnya ada sebuah trik untuk membuat film keluarga, yaitu dengan menemukan suatu momen, yang dapat memberikan kesempatan pada keluarga untuk membuat keluarga datang bersama-sama ke bioskop, contohya adalah momen Thanksgiving yang terjadi di luar sana,” tambah Shanty.
Senada dengan apa yang diutarakan oleh Najeela di awal diskusi, Shanty menilai bahwa film adalah medium yang tepat untuk menanggulangi gawat darurat pendidikan ini.
“Masih banyak orang yang kurang paham apa maksud dari film anak ataupun film keluarga,” ujar Chand Parwez Servia, CEO Starvision.
Film anak, menurutnya, adalah film yang memiliki premis tentang anak, namun tetap dapat dinikmati oleh keluarga. Parwez juga menanggapi apa yang dijelaskan oleh Triawan sebelumnya, untuk pembuatan film anak dan menjadikan anak sebagai bintangnya, kita harus yakin bahwa sutradara yang dipilih adalah sutradara yang baik. Penting untuk dipikirkan oleh para produser dan sutradara bagaimana cara pendekatan kepada anak, sehingga tidak hanya bisa dinikmati namun juga menjadi sebuah bahan diskusi keluarga.