Selandia
Baru, 3/7/2018 - Merayakan 60 tahun hubungan bilateral Indonesia dan Selandia
Baru, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf menghadiri undangan
Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, Samoa dan Kerajaan Tonga, Tantowi
Yahya. Dalam kesempatan ini Kepala Bekraf menjadi narasumber dalam sebuah
seminar bertajuk “Indonesia – New Zealand, 60 years on – Opportunities in the
Digital Age,” di Wellington, Selandia Baru.
Triawan
menyampaikan pada bulan Maret 2018 lalu Presiden Joko Widodo juga berkunjung ke
Selandia Baru dan berbincang-bincang dengan Gubernur Jenderal Patsy Reddy dan
Perdana Menteri Jacinda Ardern tentang perlunya Indonesia dan Selandia Baru
untuk segera melakukan kerjasama dan kolaborasi dalam
industri film.
“Saya
menyadari bahwa Selandia Baru adalah salah satu pemain ekonomi kreatif global
yang paling penting”, Triawan menjelaskan mengapa Indonesia
menginginkan kerjasama dan kolaborasi tersebut terwujud.
Lebih lanjut Triawan menjelaskan
ketika Presiden Indonesia, Joko Widodo, mendirikan Badan Ekonomi Kreatif
(BEKRAF), ia membuat visi besar untuk menjadikan Ekonomi Kreatif sebagai tulang
punggung ekonomi Indonesia di masa depan. Untuk mewujudkan visi tersebut,
BEKRAF berkomitmen dan berusaha menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi
kreatif pada tahun 2030.
“Sejauh ini, kami telah bekerja
keras untuk mengembangkan lebih lanjut 16 sub-sektor ekonomi, terutama tiga
sub-sektor utama (kuliner, fashion, dan kerajinan) yang menyumbang 77,6%
ekonomi kreatif Indonesia, dan tiga sub-sektor prioritas (film, animasi, dan
video, aplikasi dan game, dan
musik),” ujarnya.
Setelah satu tahun sejak berdirinya BEKRAF,
pada tahun 2016 ekonomi kreatif Indonesia telah memberikan kontribusi sebesar
Rp. 922,59 triliun (atau US $ 66,61 Miliar), yang menyumbang 7,44% dari PDB
Indonesia. Ini adalah pencapaian yang sangat menjanjikan. Kontribusi ekonomi
kreatif kami terhadap PDB saat ini adalah yang terbesar ketiga di dunia,
setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Dalam kunjungan ini Triawan juga
menyampaikan gagasan Bekraf untuk menyelenggarakan Konferensi Dunia tentang
Ekonomi Kreatif (WCCE). Dalam hal ini, pemerintah Indonesia telah merencanakan
WCCE di Bali, 6-8
November 2018. WCCE 2018 akan menjadi konferensi yang dihadiri berbagai pihak,
mulai dari perwakilan pemerintah, sektor swasta, think-tanks, masyarakat sipil, organisasi internasional, hingga
media dan para ahli di bidang ini. Pembicara terkemuka akan mengisi WCCE 2018, seperti
para pimpinan pemerintahan, menteri, akademisi, dan para praktisi serta pelaku ekraf di sektor
swasta dari seluruh bagian dunia akan menyampaikan pandangan dan gagasan mereka
di konferensi ini. Dengan tema utama "Inclusive Creative", WCCE 2018
akan menyoroti empat isu utama, yaitu Kohesi Sosial, Kebijakan dan Peraturan,
Pemasaran, dan Ekosistem dan Pembiayaan.
“Kami merancang WCCE untuk membahas dan
menganalisis masalah-masalah ekonomi kreatif, termasuk cara dan strategi untuk
meningkatkan inklusivitas di antara para pemangku kepentingan dan bagaimana
menggunakannya untuk mencegah dan menyelesaikan konflik,” ujar Triawan.
Lebih dari 50 (lima puluh) negara dari
semua wilayah telah menghadiri
Pertemuan Persiapan kedua di Jakarta, Mei lalu. United Nations Conference on Trade
and Development (UNCTAD), United Nations Education, Science
and Cultural Organization
(UNESCO), International Telecommunication Union (ITU), dan World Intellectual Property
Organizations (WIPO) adalah beberapa organisasi internasional
yang telah mengkonfirmasi partisipasi mereka ke Konferensi ini. (Kris/Hfz)